Dosen IAIN Bone Wakili Indonesia di Dua Festival Seni Bergengsi Dunia
10 Nov 2025
Dosen Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) Fakultas Tarbiyah IAIN Bone, Fitrya Ali Imran, M.Pd., terpilih mewakili Indonesia dalam dua program seni dan riset internasional bergengsi yaitu Island Echoes — Body, Land, and Sea di kawasan Nordik (Faroe Islands dan Denmark) dan Fremantle Biennale 2025 di Australia.
Program Island Echoes berlangsung pada 6–21 Oktober 2025 di Faroe Islands, Holstebro, dan Kopenhagen, Denmark. Diselenggarakan oleh Convoi Exceptionnel, program ini mempertemukan seniman dari kawasan Nordik dan Indonesia untuk melakukan riset artistik bertema “Building Artistic Bridges Between North and South.”
Fitrya akan berkolaborasi dengan dua seniman Indonesia, Abdi Karya dan Wahyu Wahyuddin, mengeksplorasi hubungan tubuh, tanah, dan laut sebagai ruang pengetahuan budaya.
Fitrya menyatakan pendekatan seni dan kesadaran tubuh penting bagi pendidikan anak usia dini. "Anak-anak belajar bukan hanya melalui kata, tetapi juga melalui gerak, pengalaman, dan hubungan mereka dengan alam. Melalui seni, kita bisa menanamkan rasa empati, disiplin, dan penghargaan terhadap keberagaman," ujarnya.
Hasil riset dan dokumentasi ini akan diintegrasikan ke dalam kurikulum dan kegiatan pengabdian masyarakat Prodi PIAUD dengan basis budaya Bugis-Makassar.
Keterlibatan Fitrya dalam program Island Echoes juga terkait dengan persiapan Island Echoes: Makassar 2026, di mana ia akan berperan sebagai co-kurator dan pendamping riset pendidikan berbasis seni. Penyelenggara menanggung seluruh biaya perjalanan, akomodasi, dan honorarium, menunjukkan dukungan internasional terhadap partisipasi akademisi Indonesia.
Sementara itu, pada bulan November 2025, Fitrya akan tampil di Fremantle Biennale 2025, sebuah pameran seni kontemporer internasional bertema "Sanctuary" di Australia.
Ia berkolaborasi dengan seniman Australia-Filipina Sherry Quiambao dalam karya video instalasi dan pertunjukan berjudul "To Hold and Pour", yang mengangkat praktik mandi dan perawatan diri di Asia Tenggara sebagai refleksi tubuh, spiritualitas, dan kesadaran diri.
Sebelum pementasan, Fitrya juga mengikuti residensi riset koreografi MIDFIELD yang mempertemukan 34 seniman dunia di Fremantle pada 4–23 November 2025.
Menurutnya, karya-karya itu relevan dengan pembentukan karakter dan nilai afektif pada anak usia dini. "Nilai-nilai pendidikan anak usia dini sejatinya dekat dengan dunia seni, mengajarkan anak mengenal tubuhnya, memahami lingkungan, dan mengekspresikan diri secara sehat," kata Fitrya.
Kontribusi di dua ajang internasional ini menurut Fitrya adalah sebagai bahan pengayaan untuk mata kuliah seperti Metodologi Pembelajaran Seni Anak Usia Dini dan Pengembangan Kreativitas Anak, sehingga tidak berhenti di panggung internasional, tetapi kembali ke ruang kelas dan masyarakat sebagai
bentuk transfer pengetahuan dan nilai.
Fitrya dikenal sebagai dosen seni dan tari yang aktif berkarya sekaligus meneliti hubungan antara seni, pendidikan, dan budaya lokal.
Ia pernah terlibat dalam produksi internasional I La Galigo karya Robert Wilson (2011–2019) dan menampilkan berbagai karya seperti Sa, Bempa, Limen, serta Beri Kami Selamat! di berbagai festival nasional maupun internasional. Kiprahnya ini turut mewarnai pengembangan kurikulum PIAUD IAIN Bone yang menekankan pembelajaran kreatif berbasis seni dan nilai kemanusiaan.